MASA NEOLITIKUM
Zaman pra aksara dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1.
zaman batu,
dan
2.
zaman logam.
Pembagian itu didasarkan pada alat - alat atau hasil
kebudayaan yang mereka ciptakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
kehidupannya. Secara skematis, pembagian zaman pra aksara dapat digambarkan
sebagai berikut:
Zaman
Neolitikum biasa juga dikenal dengan sebutan Zaman Batu Muda. Zaman batu muda
diperkirakan berlangsung kira-kira tahun 2000 SM. Di Indonesia, zaman
Neolitikum dimulai sekitar 1.500 SM. Perkembangan kebudayaan pada zaman ini
sudah sangat maju. Dalam zaman ini, alat yang dihasilkan sudah bagus. Meskipun
masih terbuat dari batu, tetapi pada semua bagiannya telah dihaluskan dan
persebarannya telah merata di seluruh Indonesia. Menurut Dr. R. Soekmono,
Kebudayaan ini lah yang menjadi dasar kebudayaan Indonesia sekarang. Boleh
dikatakan bahwa neolithikum itu adalah suatu revolusi yang sangat besar dalam
peradaban manusia. Perubahan besar ini ditandai dengan berubahnya peradaban
penghidupan food-gathering menjadi
food-producing. Manusia yang hidup pada zaman ini adalah bangsa Proto
Melayu. Seperti suku Nias, suku Toraja, suku Sasak dan Suku Dayak
Cara hidup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya mengalami perubahan pesat dari cara food gathering menjadi food
producting, yaitu dengan cara bercocok tanam dan memelihara ternak. Pada
masa itu, manusia sudah mulai menetap di rumah panggung untuk menghindari
bahaya binatang buas serta mulai membuat lumbung – lumbung guna menyimpan padi
dan gabah. Tradisi seperti ini masih ditemukan di Badui, Banten. Masyarakat Baduy di sana
begitu menghargai padi yang dianggap pemberian Nyai Sri Pohaci. Mereka tak
perlu membeli beras dari pihak luar karena menjualbelikan padi dilarang secara
hukum adat. Mereka rupanya telah mempraktikkan swasembada pangan sejak zaman
nenek moyang.
Peralatan mereka terbuat dari
batu yang sudah diasah sempurna, dalam bentuk kapak-kapak persegi yang telah
diberi hiasan yang indah sesuai dengan perkembangan seni pada waktu itu. Namun, bukan berarti semua peralatan
mereka berbentuk kapak. Alat-alat lain juga ada dalam berbagai macambentuk dan
jenis, besar maupun kecil, untuk memenuhi macam-macam keperluan. Semua
alat-alat itu digunakan dengan tangkai, seperti kapak, tombak.
Para ahli
menganggap telah terjadi suatu revolusi dalam kehidupan manusia. Revolusi yang dimaksud adalah
terjadinya perubahan sifat kehidupan dari mengumpulkan makanan dan mengandalkan
seluruh kebutuhan hidupnya pada apa yang telah tersedia di hutan (food gathering) ke usaha
mengolah dan menghasilkan sendiri seluruh kebutuhan hidupnya (food producing).
A.
Lingkungan alam kehidupan
Kemampuan
berpikir manusia untuk mempertahankan kehidupannya mulai berkembang. Hal ini
mengakibatkan munculnya kelompok-kelompok manusia dalam jumlah yang lebih
banyak serta menentap di suatu tempat dan tinggal bersama dalam kampung. Berarti pembentukan
suatu masyarakat yang memerlukan segala peraturan kerja sama. Pembagian kerja
memungkinkan perkembangan berbagai macam dan cara penghidupan di dalam ikatan
kerjasama itu.. Munculnya bentuk kehidupan
semacam itu berawal dari upaya manusia untuk menyiapkan persediaan bahan
makanan yang cukup dalam satu masa tertentu dan tidak perlu mengembara lagi
untuk mencari makanan. Dalam kehidupan menetap manusia mulai hidup dari hasil
bercocok tanam dengan menanam jenis-jenis tanaman yang semula tumbuh liar untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Disamping itu, mereka mulai menjinakkan
hewan-hewan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kuda, anjing,
kerbau, sapi, dan babi. Dari pola kehidupan bercocok tanam ini, manusia sudah
dapat menguasai alam lingkungannya beserta isinya.
Kehidupan
bercocok tanam yang pertama kali dikenal oleh manusia adalah berhuma. Berhuma adalah teknik bercocok tanam
dengan cara membersihkan hutan dan menanamnya, setelah tahan tidak subur mereka
pindah dan mencari bagian hutan yang lain. Kemudian mereka menggulang pekerjaan
membuka hutan, demikian seterusnya. Namun dalam penetapan dalam waktu yang
cukup lama. Bahkan hal ini dapat berlangsung dari generasi ke generasi
berikutnya. Oleh karena itu, manusia mulai menerapkan kehidupan bercocok tanam
pada tanah-tanah persawahan.
Pada zaman ini mulai
dikembangkan teknik mengawetkan makanan agar dapat disimpan lebih lama. Pada
zaman ini makanan dikeringkan agar bisa dimakan walaupun telah disimpan lebih
lama. Pada zaman ini juga diperkirakan bahwa kayu-kayu sudah dihias dengan cara
diukir.
B.
Kehidupan sosial
Kehidupan
masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan yang cukup pesat.
Masayarakatnya sudah memiliki tempat tinggal yang tepat. Mereka
memilih tempat tinggal pada suatu tempat tertentu. Hal ini dimaksudkan agar
hubungan antara manusia di dalam kelompok masyarakatnya semakin erat.
Eratnya
hubungan antaramanusia di dalam kelompok masyarakatnya, merupakan suatu cermin
bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa anggota kelompok masyarakat yang
lainnya. Hal ini disebabkan karena manusia adalah makhluk sosial. Manusia
selalu tergantung dengan manusia lainnya, sehingga masing-masing manusia saling
berinteraksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam
perkembangannya, pola hidup menetap telah membuat hubungan sosial masyarakat
terjalin dan ternegosiasi dengan baik. Dalam perkumpulan masyarakat yang
masih sederhana biasanya terdapat seorang pemimpin yang disebut kepala suku,
sosok kepala suku merupakan orang yang sangat dipercya dan ditaati untuk
memimpin sebuah
Orang-orang Indonesia zaman
neolithikum membentuk masyarakat-masyarakat dengan pondok-pondok mereka
berbentuk persegi siku-siku dan didirikan atas tiang-tiang kayu,
dinding-dindingnya diberi hiasan dekoratif yang indah-indah. Walaupun alat-alat
mereka masih dibuat daripada batu, tetapi alat-alat itu dibuat dengan halus,
bahkan juga sudah dipoles pada kedua belah mukanya.
C.
Kehidupan ekonomi
Pada masa
kehidupan bercocok tanam, kebutuhan hidup masyarakat semakin bertambah, namun
tidak ada satu anggota masyarakat pun yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan
hidupnya sendiri. Oleh karena itu mereka menjalin hubungan yang lebih erat lagi
dengan sesama anggota masyrakat, mereka juga menjalin hubungan dengan
masyarakat yang berbeda diluar daerah tempat tinggalnya. Pada
saat menunggu waktu antara musim tanam hingga datangnya musim panen. masyarakat
pada zaman ini mulai mengenal sistem barter dimana terjadi pertukaran barang
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Misalnya
masyarakat yang berada di daerah pengunungan menjalin hubungan dengan
masyarakat yang berada di daerah pantai. Masyarakat yang berada di daerah
pengunungan membutuhkan hasil yang diperoleh dari pantai seperti garam, ikan
laut, dan lain-lain, sedang masyarakat yang berada didaerah pantai membutuhkan
hasil-hasil pengunungan berupa berbagai macam hasil bumi yaitu beras,
buah-buahan, sayur-sayurandan lain-lain. Dengan kenyataan seperti ini, dalam
rangka memenuhi kebutuhannya masing-masing diadakan pertukaran barang dengan
barang (sistem barter). Pertukaran barang dengan barang ini menjadi awal
munculnya sistem perdagangan atau sistem perekonomian dalam masyarakat.
D. Kepercayaan
Masyarakat
Perkembangan
sistem kepercayaan masyarakat pada masa kehidupan bercocok tanam dan menetap,
merupakan kelanjutan kepercayaan yang telah muncul pada masa kehidupan
masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan. Pada masa
berburu dan mengumpulkan makanan kepercayaan baru sebatas adanya penguburan.
Pada masa
kehidupan bercocok tanam kepercayaan masyarakat semakin bertambah, bahkan
masyarakat juga telah mempunyai konsep tentang apa yang terjadi dengan seorang
yang telah meninggal. Mereka percaya bahwa orang-orang yang meninggal rohnya
pergi kesuatu tempat yang tidak jauh dari tempat tinggalnya atau roh orang yang
meninggal itu tetap berada disekitar wilayah tempat tinggalnya, sehingga
sewaktu-waktu dapat dipanggil untuk dimintai bantuannya dalam kasus tertentu
seperti menanggulani wabah penyakit atau mengusir pasukan-pasukan musuh yang
ingin menyerang wilayah tempat tinggalnya.
Inti
kepercayaan ini berkembang dari zaman ke zaman. Penghormatan dan pemujaan
kepada roh nenek moyang merupakan suatu kepercayan yang berkembang diseluruh
dunia. Kepercayaan masyarakat diwujudkan dalam berbagai
upacara keagamaan, persembahan kepada dewa, dan upacara penguburan mayat yang
dibekali dengan benda milik pribadi ke kuburnya. Bekal tersebut adalah bermacam-macam barang
keperluan sehari-hari seperti perhiasan, periuk, dan lain-lain dengan tujuan
agar perjalanan si mati ke alam arwah terjalin keselamatannya.
Untuk
menelusuri kepercayaan masyarakat Indonesia dari masa kehidupan bercocok tanam,
para ahli mengadakan penelitian pada berbagai bangunan Megalitikum atau kuburan
manusia yang berasal dari masa itu. Dari hasil penelitian itu, para ahli
sejarah berhasil mendapatkan gambaran mengenai berbagai kebiasaan yang
berhubungan dengan kepercayaan masyarakat pada masa itu, bahkan hingga sekarang
ini, kita masih dapat melihat upacara-upacara tradisi Megalitikum dari berapa
suku bangsa di Indonesia. Pada zaman ini
biasanya manusia menyembah matahari, batu dan lain-lain. Sampai sekarang ada
beberapa kalangan yang mempercayai kepercayaan animisme seperti zaman
neolithikum, contohnya adalah suku Nias, di sebuah pulau yang terletak di barat
Sumatera mempercayai bahawa seekor tikus yang keluar masuk dari rumah merupakan
roh daripada wanita yang telah mati beranak. Roh-roh orang yang telah mati juga
boleh memasuki tubuh babi atau harimau dan dipercayai akan menuntut bela ke
atas orang yang menjadi musuh simati pada masa hidupnya.
Berdasarkan
kepercayaan itu, sesorang kepala suku memiliki kekuasaan dan tanggung jawab
penuh terhadap kelompok sukunya, seorang kepala suku dapat mengatur dan
melindungi kelompok sukunya dari segala bentuk ancaman, seperti ancaman
dari binatang buas, ancaman dari kelompok laiinya, ancaman dari wabah penyakit
dan sebagainya.

E.
Adat Istiadat
Pada
masa Neolithikum budaya manusia telah berkembang dengan pesat. Berbagai macam
pengetahuan telah dikuasai seperti pengetahuan tentang perbintangan
pranatamangsa (cara menentukan musim berdasarkan perbintangan atau tanda-tanda
lainnya), pelayaran, kalender (menentukan hari baik atau buruk).
Terdapat
2 macam penguburan, yaitu penguburan primer dan sekunder. Penguburan langsung
atau disebut juga penguburan primer dimana mayat dikubur langsung ke dalam
tanah atau dimasukkan ke dalam tempayan secara utuh, sedangkan sistem
penguburan yang disebut cara penguburan sekunder, yaitu setelah mayat dikubur
beberapa lama (atau diletakkan si sebuah padang) lalu tulang belulangnya
dipilih dan dengan upacara besar-besaran dikuburkan. Ada pula suatu adat dimana
tulang belulang manusia dimasukkan kedalam tempayan lalu di kubur, sebagai mana
terlihat dalam penggalian di Mololo (Sumba Timur) Merak (Jawa Barat), Gilimanuk
(Bali).
F.
Teknologi
dan Hasil Budaya
Perkembangan
kebudayaan pada masa bercocok tanam semakin bertambah pesat, karena manusia
mulai dapat mengembangkan dirinya untuk menciptakan kebudayaan yang lebih baik.
Peninggalan-peninggalan kebudayaan manusia pada masa kehidupan bercocok tanam
semakin banyak beragam, baik yang terbuat dari tanah liat, batu, maupun tulang.
Hasil-hasil
kebudayaan masyarakat pada masa kehidupan bercocok tanam adalah sebagai
berikut:
1. Kapak Persegi
Pemberian nama kapak persegi
didasarkan pada bentuknya. Bentuk kapak ini yaitu batu yang garis irisannya
melintangnya memperlihatkan sebuah bidang segi panjang atau ada juga yang berbentuk
trapesium. Jenis lain yang termasuk dalam katagori kapak persegi seperti
beliung atau pacul untuk yang ukuran besar, dan untuk ukuran yang kecil bernama
tarah. Tarah berfungsi untuk mengerjakan kayu. Pada alat-alat tersebut terdapat
tangkai yang diikatkan. Orang yang pertama memberikan nama Kapak Persegi yaitu von Heine Geldern.
Gambar 4.8 Berbagai jenis kapak
persegi
Daerah-daerah tempat
ditemukannya kapak persegi yaitu di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku,
Sulawesi, dan Kalimantan. Batu api dan chalcedon
merupakan bahan yang dipakai untuk membuat kapak persegi. Kapak
persegi kemungkinan sudah menjadi barang yang diperjualbelikan. Alat ini dibuat
oleh sebuah pabrik tertentu di suatu tempat kemudian di bawa keluar daerah
untuk diperjualbelikan. Sistem jual-belinya masih sangat sederhana, yaitu
sistem barter. Adanya sistem barter tersebut, kapak persegi banyak ditemukan di
tempat-tempat yang tidak banyak ada bahan bakunya, yaitu batu api.
Gambar 4.9 Kapak persegi yang
belum dihaluskan
2. Kapak Lonjong
Kapak lonjong dengan garis penampangnya
memperlihatkan sebuah bidang yang berbentuk lonjong, kapak ini ada yang berukuran
besar dan kecil. Pada umumnya kapak lonjong terbuat dari batu kali yang
berwarna kehitam-hitaman, cara pembuatannya adalah dengan diumpan sampai halus.
Namun sampai sekalarang belum berhasil ditemukan oleh para ahli jenis kapak
lonjong yang terbuat dari batu indah dan batu semi pemata. Kapak lonjong ini
ditemukan oleh para ahli sejarah di daerah Maluku, Papua, dan sebagaian daerah
Sulawesi Utara, sedangkan diluar wilayah Indonesia kapak lonjong ditemukan di
kepulauan Filipina, Taiwan, dan Cina.
Pemberian nama kapak lonjong
berdasarkan pada bentuk. Bentuk alat ini yaitu garis penampang memperlihatkan
sebuah bidang yang berbentuk lonjong. Sedangkan bentuk kapaknya sendiri bundar
telor. Ujungnya yang agak lancip ditempatkan di tangkai dan di ujung lainnya
yang bulat diasah hingga tajam. Ada dua ukuran kapak lonjong yaitu ukuran yang
besar disebut dengan walzeinbeil
dan kleinbel
untuk ukuran kecil. Kapak lonjong masuk ke dalam kebudayaan
Neolitihikum Papua, karena jenis kapak ini banyak ditemukan di Papua (Irian).
Kapak ini ditemukan pula di daerah-daerah lainnya, yaitu di Seram, Gorong,
Tanimbar, Leti, Minahasa, dan Serawak.
Gambar 4.10 Kapak lonjong dari
muka dan samping
Selain di Indonesia, jenis
kapak lonjong ditemukan pula di negara lain, seperti Walzeinbeil di temukan di
Cina dan Jepang, daerah Assam dan Birma Utara. Penemuan kapak lonjong dapat
memberikan petunjuk mengenai penyebarannya, yaitu dari timur mulai dari daratan
Asia ke Jepang, Formosa, Filipina, Minahasa, terus ke timur. Penemuan-penemuan
di Formosa dan Filipina memperkuat pendapat ini. Dari Irian daerah persebaran
meluas sampai ke Melanesia.
3. Mata Panah
mata panah merupakan salah satu dari perlrngkapan berburu
maupun menangkap ikan. Mata panah untuk menangkap ikan berbeda dengan mata
panah untuk berburu. Mata panah untuk menangkap ikan dibuat bergerigi seperti
mata gerigi dan umumnya dibuat dari tulang. Sisi-sisi mata panah dari zaman
kehidupan masyarakat bercocok tanam berhasil ditemukan didalam goa-goa yang ada
di pinggir sungai. Kemungkinan juga ada mata panah yang dibuat dari kayu
seperti yang masih digunakan oleh para penduduk asli papua.

4. Gerabah gerabah terbuat dari tanah liat di bakar.
Alat-alat itu digunakan sebagai tempat untuk
menyimpan benda-benda perhiasan. Gerabah dihias dengan beraneka ragam hiasan.
Menghias gerabah lebih mudah dubandingkan dengan menghias benda-benda lainnya.
Sehingga gerabah selalu menjadi alat untuk mencurahkan rasa seni, baik melalui
hiasan atau melalui pemberian bentuk.
Penemuan gerabah merupakan
suatu bukti adanya kemampuan manusia mengolah makanan. Hal ini dikarenakan fungsi gerabah
di antaranya sebagai tempat meyimpan makanan. Gerabah merupakan suatu alat yang
terbuat dari tanah liat kemudian dibakar. Dalam perkembangan berikut, gerabah
tidak hanya berfungsi sebagai penyimpan makanan, tetapi semakin beragam, bahkan
menjadi barang yang memiliki nilai seni.
Cara pembuatan gerabah
mengalami perkembangan dari mulai bentuk yang sederhana hingga ke bentuk yang
kompleks. Dalam bentuk yang sederhana dibuat dengan tidak menggunakan roda.
Bahan yang digunakan berupa campuran tanah liat dan langsung diberi bentuk dengan
menggunakan tangan. Teknik pembuatan semakin berkembang, pencetakan menggunakan
roda, agar dapat memperoleh bentuk yang lebih baik bahkan lebih indah. Dalam
perkembangan ini, pencetakan sudah memiliki nilai seni. Sisi gerabah mulai
dihias dengan pola hias dan warna. Hiasan yang ada di antaranya hiasan anyaman.
Untuk membuat hiasan yang demikian yaitu dengan cara menempelkan agak keras
selembar anyaman atau tenunan pada gerabah yang masih basah sebelum gerabah
dijemur. Kemudian gerabah dijemur sampai kering dan dibakar. Berdasarkan bukti
ini, para ahli menyimpulkan bahwa pada masa ini manusia sudah mengenal bercocok
tanam dan orang mulai dapat menenun.
Gambar
4.7 Gerabah (Sumber : itrademarket.com/all/gisj/o.html)
5. Perhiasan
Pada masa
kehidupan masyarakat bercocok tanam telah dikenal berbagai bentuk perhiasan.
Bahan dasar pembuatan perhiasan diambil dari bahan-bahan yang ada di sekitar
lingkungan alam tempat tinggalnya. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat
perhiasan seperti tanah liat, batu kalsedon, yaspur dan agat. Dari bahan-bahan
yang itu masyarakat membuat berbagai bentuk perhiasan yang diinginkannya
seperti kalung, gelang, dan lain-lain. Namun demikian, sangat sulit untuk dapat
menemukan perhiasan yang terbuat dari tanah liat yang berasal dari masa lalu
karena perhiasan-perhiasan dari tanah liat telah menyatu kembali dengan tanah.
Hiasan sudah dikenal
oleh manusia pada masa bercocok tanam. Perhiasan dibuat dengan bahan-bahan yang
mudah diperoleh dari lingkungan sekitar, seperti hiasan kulit kerang dari
sekitar pantai. Hiasan lainnya ada yang terbuat dari yang dibuat dari tanah
liat seperti gerabah, dan ada pula yang terbuat dari batu. seperti gelang,
kalung, dan beliung.
![]() |
Gambar
4.11 Berbagai perhiasan dari batu
Pembuatan hiasan dari batu
dilakukan dengan cara, pertama batu dipukul-pukul sampai menjadi bentuk gepeng.
Setelah itu kedua sisi yang rata dicekungkan dengan cara dipukul-pukul pula,
kedua cekungan itu bertemu menjadi lobang. Untuk menghaluskannya, kemudian
digosok-gosok dan diasah sehingga membentuk suatu gelang. Bentuk gelang
tersebut dari dalam halus rata dan dari luar lengkung sisinya. Selain dipukul,
cara lain untuk membuat lobang pada gelang yaitu dengan cara menggunakan gurdi.
Batu yang bulat gepeng itu digurdi dari kedua belah sisi dengan sebuah gurdi
dari bambu. Setelah diberi air dan pasir, bambu ini dengan seutas tali dan
sebilah bambu lainnya diputar di atas muka batu sampai berlubang.
6. Pakaian Manusia Purba pada Masa
Bercocok Tanam
Kebudayaan lainnya yang
dimiliki oleh manusia pada masa bercocok tanam diperkirakan mereka telah
memakai pakaian. Bahan yang digunakan untuk pakaian berasal dari kulit kayu. Pekerjaan membuat pakaian ini merupakan
pekerjaan kaum perempuan. Pekerjaan tersebut disertai pula berbagai larangan
atau pantangan yang harus di taati.
Daerah tempat ditemukan bukti
adanya pakaian adalah di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa tempat
lainnya. Pada daerah-daerah tersebut ditemukan alat pemukul kulit kayu. Kulit
kayu yang sudah dipukul-pukul menjadi bahan pakaian yang akan dibuat. Dari kulit kayu ini dihasilkan
serat-serat yang kemudian ditenun.


Gambar baju dari kulit kayu
7 Agustus 2015 pukul 21.21
videonya gabisa di download ya? padahal penting banget buat tugas presentasi sejarah:(
5 Oktober 2015 pukul 15.19
Kumpulan Link